Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Minggu, Februari 03, 2008

HEBOH....al-QURAN

pertama kali membaca berita (tulisan) ini dari milis saya cukup terkejut, saya berdoa mudahan mudahan ini bukan hoax....

Kehebohan baru yang bakal mengguncangkan umat Islam datang dari Doktor Gerd R.
Puin, seorang pakar filologi dan ahli bahasa-bahasa Semitis. Pada 1979, pakar
kaligrafi Arab dan paleografi Alquran dari Universitas Sarre, Jerman, itu


diajak Kadi Ismail al-Akwa, Ketua Dinas Purbakala Yaman, untuk meneliti sebuah
bungkusan kuno yang ditemukan di Sana'a, ibu kota Yaman, pada 1972. Bungkusan
berisi perkamen (kulit kambing) dan kertas (suhuf) itu ditemukan saat
pemerintah merenovasi masjid kuno di Sana'a, yang bocor akibat hujan lebat.

Paket kuno yang ditemukan para pekerja di atap masjid agung itu kemudian
diamankan Kadi Ismail al-Akwa karena ia yakin isinya pasti bernilai. Ia lalu
meminta bantuan internasional untuk menganalisis tulisan di atas perkamen itu.
Akhirnya, baru pada 1979 ia berhasil membujuk Puin untuk menelitinya, dengan
bantuan dana dari Pemerintah Jerman.

Keterangan gambar == potonga potongan Quran dari yaman yang ditemukan pada tahun 1972

Berdasarkan penelitian awal, bisa dipastikan, perkamen Sana'a itu adalah mushaf Alquran paling tua di dunia, yang ditulis pada abad ketujuh dan kedelapan. Sebagaimana diketahui, hingga saat ini, ada tiga "kopi" mushaf Alquran yang sudah ditemukan. Dua mushaf Alquran abad kedelapan, masing-masing disimpan di Perpustakaan Tashkent, Uzbekistan, dan di Museum Topkapi di Istambul. Sementara, mushaf ketiga berupa manuskrip Ma'il dari abad ketujuh, disimpan di British Library, London, Inggris.

Menurut Doktor Puin, kaligrafi pada mushaf Sana'a itu berasal dari Hijaz,
sebuah wilayah Arab, tempat tinggal Nabi Muhammad saw. Dengan demikian, itu
bukan hanya merupakan mushaf tertua di dunia, melainkan salah satu mushaf versi
pertama. Perkamen itu mengandung variasi teks yang agak berbeda, surat-suratnya disusun tak biasa, dan gaya serta grafisnya sangat langka. Ia juga melihat adanya jejak teks yang dihapus dan digantikan dengan teks baru. Karena itulah, Puin menyimpulkan, Alquran pernah mengalami evolusi tekstual. "Dengan kata lain, apa yang umat Islam baca saat ini kemungkinan bukan satu- satunya "versi" yang diyakini telah diwahyukan Allah kepada Nabi saw.," tulis Abul Taher dalam koran Inggris, The Guardian.

Kesimpulan Puin itu tentu saja akan sulit diterima umat Islam. Sebab, ayat-ayat
dalam Alquran itu diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad saw. secara bertahap
(610-632). Dan, setiap menerima wahyu, Nabi saw. selalu membacakannya di
hadapan para sahabat. Menurut Ensiklopedi Islam (Jakarta, 1994), selain
menyuruh para sahabatnya menghafal, Nabi saw. juga memerintahkan mereka untuk
menuliskannya di atas pelepah kurma, lempengan batu, atau kepingan tulang.
Menurut hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, untuk menjaga kemurnian
Alquran, itu, setiap tahun Malaikat Jibril mendatangi Nabi untuk memeriksa
bacaannya. Bahkan pada tahun Nabi saw. wafat, Malaikat Jibril datang dua kali
dan mengontrol bacaan Nabi, sebagaimana Nabi sendiri selalu melakukan hal yang
sama kepada para sahabat, selama hidupnya. Dengan demikian, terpeliharalah
Alquran dari kesalahan dan kekeliruan.
Keterangan gambar == sebuah potongan 
naskah alquran kuno koleksi dunia - tampak dalam gambar bahwa
sinar ultraviolet
dapat memunculkan goresan goresan dibawahnya
sehingga kita dapatmengenali gaya penulisan pada
masa masa awal alquran ditulis


Dua puluh sembilan tahun setelah Nabi wafat, di bawah Usman, khalifah ketiga, sebuah versi baku Alquran ditetapkan dan dikodifikasi dalam bentuk buku, akibat adanya pelbagai versi Alquran, baik lisan maupun tertulis, yang banyak beredar di wilayah kekuasaan Islam. Kodifikasi itu dilakukan berdasarkan mushaf yang dihimpun Khalifah Abu Bakar, yang kemudian disimpan di rumah Hafsah, putri Khalifah Umar, yang juga istri Nabi saw. Karena itu, tak pernah ada lagi modifikasi dan kodifikasi Alquran sesudah Usman, yang disusun di bawah pimpinan Zaid bin Sabit. Mushaf Usmani dalam dialek Quraisy itu lalu dibuat lima kopi. Satu kopi disimpan di Madinah (mushaf al-Imam)
dan empat lainnya dikirim ke Mekah, Suriah, Basrah, dan Kufah untuk disalin dan diperbanyak (EI, 1994).
Apakah perkamen dari Sana'a itu adalah salah satu dari mushaf-mushaf itu, atau salinannya, belum bisa dipastikan. Yang jelas, menurut Puin, sebagaimana dalam tradisi litaratur Arab, perkamen Sana'a itu ditulis tanpa tanda-tanda diacritique (titik, aksen, koma, tanda huruf atau fonetik pengubah nilai). Artinya, perkamen itu ditulis lebih sebagai panduan bagi yang sudah hafal
Alquran. Akibatnya, puluhan tahun kemudian, pembaca "Arab gundul" itu makin
sulit memahaminya. Karena itulah, untuk memudahkan, Hajjaj bin-Yusuf, Gubernur
Irak,pada 694-714, lantas melengkapi teks itu dengan pelbagai tanda. "Ia sangat bangga karena ia telah berhasil memasukkan lebih dari1.000 alif ke dalam teks Alquran," kata Puin.
Kesimpulan Puin yang juga mengejutkan adalah: sumber-sumber pra-Islam, katanya,
telah dimasukkan ke dalam Alquran. Misalnya,ihwal As Sahab ar-Rass dan As Sahab al-Aiqa. Soalnya, menurut Geographie karyaPtolomeus, suku Ar Rass hidup di Lebanon sebelum Islam, dan Al Aiqa hidup diwilayah Aswan, Mesir, sekitar 150 tahun sebelum Masehi.

Bahkan, Puin tidak yakin Alquran ditulis dalam bahasa Arab murni. Sebab, kata"Quran" sendiri, yang berarti "kalam", "kitab", "bacaan", menurut Puin, berasal dari sebuah kata Aramian, qariyun (penggalan bacaan teks suci saat menjalankan ibadah).

Tak aneh bila Khalidi gusar atas usaha para Islamolog Barat seperti Puin, yang tak selalu menganalisis Alquran sebagaimana mereka melakukannya terhadap Injil. Khalidi bahkan cemas bila hasil penelitian Puin itu disebarluaskan, ia akan bisa dihukum oleh umat Islam, sebagaimana dialami Salman Rushdie akibat novelnya, Ayat-Ayat Setan (1988). Atau dihukum seperti Doktor Nasr Abu Zaid, dosen ilmu Alquran dari Universitas Kairo, pada 1995, akibat karyanya Le Concept du texte (1990), menyatakan, "Alquran hanyalah teks sastra, dan satu-satunya cara untuk memahami, menerangkan, menganalisis, dan
mengadaptasinya hanyalah melalui pendekatan sastra."

Toh, Salim Abdullah, Direktur Arsip Islam Jerman, yang berafiliasi pada Liga Islam Dunia, menanggapi kesimpulan Puin dengan sikap positif. "Doktor Puin sebelumnya telah meminta izin kepada saya, apakah ia boleh mempublikasikan salah satu karangannya tentang dokumen Sana'a. Ketika saya memperingatkan bahwa ia akan menghadapi
kontroversi, Puin mengatakan, sudah lama ia menunggu adanya perdebatan mengenai hal itu," kata Salim. Padahal, sebelumnya, akibat kesimpulannya yang mengejutkan itu, Puin sendiri segera diusir dari Yaman dan ia dilarang melanjutkan penelitiannya.

selengkapnya anda bisa liat di
http://wapedia.mobi/en/Gerd_R._Puin


Tidak ada komentar: